Jika memilih masa lalu untuk dikunjungi, aku akan memilih masa SMP

Jika kehidupan adalah sebuah puisi, maka pengalaman adalah bait-baitnya lalu senang dan sedih menjadi sajak-sajaknya, mereka berpadu menjadi sesuatu yang selalu indah untuk dikenang. Tuhan sangat cerdik dalam menggubah puisi kehidupan, meski Iya sangat mengasihi kita, tak melulu diisiNya sajak itu dengan senang saja. Jika kita selalu senang, kita akan lupa arti kesenangan itu, sebab kesenangan hakiki adalah saat kita mampu mesyukuri. Lalu diselipkanNyalah sedih, sebagai pengingat, sebagai pendekat kita kepadaNya.

Menjelajah kembali masa lalu, ibarat memusikalisasi puisi kehidupan. Senang-sedih berpadu menjadi indah, betapapun pedihnya. Semakin pedih, maka menempa diri untuk semakin kuat, semakin senang maka membuat semakin bahagia untuk mengenangnya.

Hampir semua orang akan memilih masa kecilnya sebagai masa yang bila dapat akan dikunjungi kembali. Sayapun demikian, namun jika kemerduan sajak yang di cari, masa SMP adalah masa terbaik saya. Saat tersedih, saat paling bahagia semua terasa di sana.

Saat SMP sebenarnya adalah salah satu saat tersedih dalam hidup. Di awal mula memasuki SMP ada kesulitan adaptasi yang terasa, perbedaan kehidupan dan karakter teman-teman di SD yang rata-rata berasal dari satu kompleks dengan karakter teman-teman SMP yang berasal dari berbagai latar belakang berbeda dan sebahagian besarnya berasal dari lingkungan yang keras. Tak ayal, sempat terbit tangis dalam diri saat menghadapi kesulitan adaptasi ini.

Seorang guru di SMP pernah berkata, masa SMP adalah masa awal mula pencarian jati diri. Karakter diri akan menjadi tidak menentu, ketika baik akan menjadi sangat baik, ketika jahat akan menjadi sangat jahat. Tak ayal di sinilah sesungguhnya kenakalan remaja memuncak, segala hal dicoba, pengompasan (pemalakan) merajalela.

Hari, minggu, bulan dan tahun pun berganti. Dalam masa penempaan lingkungan yang keras justru terjadi aktualisasi diri, pengakuan lingkungan terhadap keberadaan diri. Menjadi ketua kelas, menjadi murid kesayangan guru, menjadi juara kelas dan bahkan menjadi pria idaman pun telah dijalani. Sebuah pengakuan keberadaan yang luar biasa. Sahabat-sahabat terbaikpun didapatkan di sini, meski kini sebagian besar telah terpisah satu sama lain. Selain itu, timbulnya ketertarikan terhadap lawan jenis sangat terasa, menyukai seseorang, disukai seseorang yang merupakan salah satu ciri pubertas. Meski begitu sesungguhnya remaja tidak lantas harus larut dalam rasa itu, karena keterlarutan akan berujung pergaulan bebas yang akan membentuk kepribadian yang buruk nantinya, nilai-nilai agama menjadi pengendali yang pas untuk menahan gejolak pubertas itu. Saya sendiri alhamdulillah tidak pernah terlarut, meski (tentu) juga merasakan suka pada lawan jenis yang bahkan salah satunya mungkin belum dapat dilupakan hingga saat ini.

Ada tiga tahun masa SMP yang penuh dinamika, tidak bisa seluruhnya ditumpahkan di sini, mungkin sebelumnya pernah tercatat pula, namun tak pernah cukup dalam menjelajah kenangannya. Masa SD atau SMK sesungguhnya memiliki arti jua, namun dengan mantap jika memilih masa lalu untuk dikunjungi, aku akan memilih masa SMP.

Tinggalkan komentar